Friday, August 14, 2020

Kata-Kata Si Beruang Kutub

Kau perlu menjaga pikiranmu tetap waspada dan berupaya membuka hati kepada mereka di sekelilingmu untuk melihat ribuan nuansa yang menyusun dunia manusia yang senantiasa berubah ini.

Semakin aku memikirkan semua ini, semakin aku yakin betapa luar biasanya untuk bisa hidup itu, bahkan di penjara sekalipun, sebab tak seorang pun bisa merampas kapasitas kita untuk melihat, berpikir, dan bermain. 

- Claudio Orrego Vicuña

Pada sebuah sore di tempat kerja, saya ingat betul ketika diminta untuk memeriksa glosarium sebuah buku. Buku yang akan saya periksa berada di rak buku yang bercampur dengan koleksi pribadi atasan saya. Ketika sedang mencari-cari, saya dipertemukan dengan buku berukuran kecil, berhalaman tipis, dan bersampul gambar wajah beruang kutub yang menyiratkan raut muram. Seketika saya tertarik dengan buku kecil tersebut yang berjudul Kenangan-Kenangan Mengejutkan Si Beruang Kutub. Ditulis oleh Claudio Orrego Vicuña (1939-1982) yang merupakan sosiolog, peneliti sejarah, penulis, dan aktivis mahasiswa serta bertindak sebagai politisi dan anggota parlemen dari Partai Kristen Demokrat Cile semasa hidupnya. Buku ini adalah satu-satunya karya sastra beliau di antara puluhan buku lainnya. 

Setelah mendapatkan buku yang harus saya periksa, saya minta izin kepada atasan untuk meminjam novel setebal 68 halaman ini. Kumpulan kata ini tidak langsung saya baca karena masuk daftar antrian di antara buku-buku lainnya. Setelah datang gilirannya, ia menjadi kawan yang baik selepas pulang kerja. Menemani dengan rangkaian kalimatnya yang mengingatkan dengan caranya sendiri. Bercerita melalui sudut pandang seekor beruang kutub yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di kebun binatang. Bagaimana ia awalnya mempertanyakan jalan hidup yang semestinya bebas merdeka di padang es arktik, namun harus berakhir di sepetak lahan berjeruji untuk menjadi tontonan manusia. 

Betapa penulis begitu piawai menuturkan suara hati beruang kutub dari gerutu hingga menjadi sebuah kontemplasi yang menyadarkan akan banyak hal. Memberikan makna-makna baru pada hal-hal yang kerap terlewatkan. Menjadi sebuah bacaan yang mencerahkan saat-saat pandemi ini, saat banyak dari umat manusia terperangkap situasi tidak bisa ke mana-mana. Ketakutan, kekhawatiran, dan kesepian seolah tak terelakkan. Beruang kutub yang diberi nama Baltazar ini membagikan pemikiran-pemikirannya, tentang hal-hal kecil sampai yang besar dengan begitu sederhana dan penuh ketulusan. 

Buku pinjaman harus dikembalikan dan oleh karena itu saya akan kesulitan jika ingin menengok kembali kalimat-kalimat yang saya suka. Untuk mempermudah, saya tulis di sini bagian-bagian favorit saya.   

"Aku berubah selamanya menjadi makhluk yang kesepian, dikutuk untuk hidup hanya dengan ditemani pikiran dan nostalgia..." (hal. 14)

"Mengapa ada manusia-manusia yang punya apa saja dan manusia lainnya yang tidak punya apa-apa? Mengapa ada wajah-wajah yang mencerminkan kegembiraan hidup, sementara lainnya kelihatan hanya mendambakan perubahan nasib?" (hal. 19)

"Sepertinya perangainya sudah jamak di kalangan manusia yang diberi kekuasaan. Begitu mereka mendapat kuasa, rasa percaya diri mereka muncul lebih dikarenakan oleh kekuasaan ini ketimbang oleh nilai-nilai dalam diri mereka sendiri.
Aku juga berpikir bahwa semakin tidak bahagia manusia, semakin doyan mereka berlagak memamerkan kekuasaan."
(hal. 25)

"Sepertinya pembawaan alamiah kita memang mengharuskan, sesekali dalam suatu waktu, kesempatan untuk bisa sendirian, tanpa merisaukan apa pun, absen dari dunia sekitar kita." (hal. 29).

"Awalnya aku sangat menderita, dan kenangan akan cintaku yang tak kesampaian membuat penangkapanku jadi kian tak tertanggungkan.
Sekarang situasi sudah berbeda. Waktu menghapus segalanya, dan apa yang menjadi hasrat dan nyala hari kemarin, pada hari ini tak lebih dari ketidakpastian apakah itu nyata atau hanya khayalan anak remaja.
Dari apa yang kulihat dan kupelajari aku memupuk kearifan dan kesabaran, dan kini aku mendambakan kebebasan untuk alasan-alasan lainnya. Tak ada lagi yang bersisa dari cinta lamaku, kecuali ingatan peninggalan sang waktu yang membersitkan senyum, serta gambaran indah dari apa yang mungkin terjadi tapi tidak terjadi.
Toh hal-hal indah dalam hidup tetap menyegarkan meski waktu terus berlalu. Semakin jauh, dan semakin mustahil dijangkau, semakin pula melebur ke dalam aura sentimentil atas segala hal dari masa silam kita, suatu kearifan nostalgis tentang kehidupan.
(hal. 37)

Coba pikir, kau jelas bukan cuma mengalami satu perasaan saja dalam sehari. Juga bukan satu suasana hati saja. Hidup, yang mengejawantah dalam setiap momen, tidak membiarkan kita mengelak darinya segampang itu." (hal. 47)

"Aku tidak pernah bilang bahwa aku pasrah berpuas diri dengan kehidupan di balik jeruji. Lagi pula, Tuhan para beruang tidak mencipta kami untuk itu, melainkan untuk menikmati kebebasan tak terbatas es arktik. Kendati demikian, pada akhirnya aku bisa menemukan kenikmatan-kenikmatan yang tak pernah kusangka akan bisa kutemukan.
Bukan karena aku merasa demikian. Melainkan karena tak seorang pun yang mau berpasrah menyia-nyiakan hidupnya, terlepas dari duka dan tragedi tak terduga yang menimpa jalan hidupnya."
(hal. 54)
 
 
"Untuk menjadi bebas tidaklah cukup dengan hanya bisa bergerak di atas dunia ini atau di antara orang-orangnya. Bebas bergerak hanyalah sarana untuk menemukan makna yang lebih dalam dari hal ihwal. Tapi itu sendiri belum berarti apa-apa.
Kehidupan sehari-hari gelandangan atau turis sama sekali bukan kebebasan. Kebebasan hanya berasal dari pengertian yang lebih dalam atas tanah-tanah baru, realitas-realitas baru dan orang-orang yang baru ditemui.

Itulah yang menjelaskan mengapa meskipun aku dikerangkeng, aku merasa kebebasanku bertumbuh. Memang masih bolong-bolong dan tak sempurna, tapi setiap hari lebih baik dibanding manusia-manusia di sekelilingku."
(hal. 62) 

 

Judul: Kenangan-Kenangan Mengejutkan Si Beruang Kutub 

Penulis: Claudio Orrego Vicuñ

Penerjemah: Ronny Agustinus 

Penerbit: Marjin Kiri